Wong Fei Hung Pendekar Muslim China
Pasti akan banyak
orang kaget membaca artikel ini. Bukti menunjukkan,
bahwa sang legenda kungfu China yang kita kenal ternyata adalah seorang muslim.
Namun perjalanan sejarahlah yang akhirnya kemudian mengaburkan identitas muslim yang dianut
oleh seorang Wong.
Selama ini kita hanya
mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China.
Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal
Hongkong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?
Sebelum melanjutkan kisah tentang Wong Fei Hung, mari kita
tinjau dahulu sebuah sejarah Islam di nusantara ini
yang memang sengaja dibelokkan.
Sisingamangaraj XII adalah nama
dari raja toba yang banyak diperdebatkan mengenai asal usul
agamanya.
Banyak yang mempertentangkan agama asli beliau hingga muncul
isu bahwa hal tersebut sengaja
disembunyikan oleh penjajah Belanda, ataupun pihak lain pada waktu itu
dengan maksud tertentu.
Namun berdasarkan sebuah penelitian dan riset yang dilakukan, diketahui bahwa Sisingamangaraja adalah seorang Muslim.
Ini terbukti dengan ditemukannya bukti-bukti berupa : terdapat lambang pedang kembar, bulan dan bintang
pada bendera Sisingamangaraja yang mirip dengan bendera Negara Arab Saudi sekarang.
Tidak hanya itu saja,
stempel dari kerajaan Sisingamangaraja diketahui mempunyai 12 gerigi pinggiran yang juga menggunakan tarikh Hijriah dan huruf Arab.
Pada huruf Arab tersebut tertulis bahasa Batak yang berbunyi, “Inilah cap Maharaja di Negri Toba Kampung
Bakara Nama Kotanya, Hijrat Nabi 1304”.
Jadi sangat mustahil jika ada sebuah
kerajaan yang mengenakan atribut Islam, pemimpinnya tidak memeluk agama Islam.
Hal
ini diperkuat lagi dengan sebuah
kabar dari media cetak harian Belanda
yang jelas-jelas mengabarkan
bahwa Sisingamangaraja memang dahulunya memeluk agama Islam.
Fakta keislaman Sisingamangaraja hanyalah segelintir fakta sejarah Islam yang sengaja dibelokkan di Nusantara ini.
Apa hubungan nya dengan keislamannya Wong Fei Hung?
Sama halnya dengan yang terjadi di Indonesia, identitas mengenai kemusliman Wong memang telah sengaja dibelokkan
oleh pihak tertentu. Hal ini dilakukan adalah
dengan tujuan untuk kepentingan politik komunis China kala itu.
Wong Fei Hung (Faisal Hussein Wong)
Wong
Fei Hung adalah seorang Ulama, ahli Pengobatan, dan ahli beladiri
legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China.
Namun pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim
demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.
Ayahnya
bernama Wong Kay-Ying, merupakan
seorang tabib yang ahli dalam beladiri
Tiongkok (wushu dan kungfu). Ayahnya mempunyai sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Kanton.
Wong
Kay-Ying adalah seorang ahli beladiri yang sangat menguasai ilmu wushu tingkat
tinggi.
Ketinggian ilmu
beladiri yang dimiliki Wong
Kay-Ying membuatnya dikenal
sebagai salah satu dari Sepuluh
Macan Kwangtung. Posisi Macan
Kwangtung ini di kemudian hari diwariskannya
kepada Wong Fei Hung.
Nama Fei pada Wong Fei
Hung merupakan dialek
Canton untuk menyebut nama Arab, Fais.
Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut
nama Arab, Hussein. Jadi, bila di
artikan dalam bahasa arab,
namanya adalah Faisal
Hussein Wong.
Sebutan nama Fei
ini juga merujuk kepada orang-orang Cina muslim di Malaysia dahulu kala, yakni
kelompok/ keluarga Hai San di Perak-Malaysia.
Kombinasi
antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai
Muslim membuat keluarga
Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada
masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati keluarga Wong.
Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan
miskin yang tidak mampu membayar ongkos pengobatan.
Meski demikian keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pandang bulu
tanpa mempedulikan suku, ras, agama. Semua dibantu tanpa pilih
kasih.
Di sisi lain, secara
rahasia keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah
tanah melawan pemerintahan Dinasti Chin yang dikenal sebagai penindas rakyat.
Dinasti
Chin ialah Dinasti yang merobohkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal
sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.
Wong
Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya dengan berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi
guru ayahnya.
Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarnya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Wong Fei Hung berhasil melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang menjadi legenda.
Dasar-dasar
jurus Hung Gar kemudian dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi.
Hung
Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang berhasil selamat dari peristiwa
pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Chin pada 1734.
Hung
Hei-Kwun ini juga pemimpin pemberontakan
bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Chin yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea).
Jika saja pemerintah Chin saat itu tidak
meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia,
Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun niscaya akan berhasil
mengusir pendudukan Dinasti Chin.
Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya
sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun.
Maka Wong Fei Hung kemudian menjelma menjadi ahli pengobatan (tabib) dan beladiri
terkemuka.
Bahkan ia berhasil
mengembangkannya menjadi lebih hebat lagi
dari pada sang ayah. Selain dengan tangan kosong,
Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata.
Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka
sendiri, bagaimana ia seorang
diri hanya dengan memakai tongkat berhasil menewaskan lebih dari 30 orang jagoan
pelabuhan berbadan kekar dan kejam
di Canton.
Para begundal tersebut mengeroyok Wong Fei Hung karena ia
membela rakyat miskin yang akan mereka peras.
Dalam kehidupan keluarga, Allah SWT banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh
dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton.
Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia
pendek. Setelah istri ketiganya meninggal, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai
kemudian ia
bertemu dengan Mok Gwai Lan,
seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri.
Mok Gwai Lan ini
kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat.
Mok Gwai Lan turut
mengajar beladiri pada kelas khusus
perempuan di perguruan suaminya. Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun.
Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela
kehormatan mereka.
Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum
yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah
satu pilihan hidup yang diberikan Allah SWT
kepada seorang
muslim selain mati syahid. Semoga
segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT dan semoga segala
kebaikannya menjadi teladan bagi kita
semua, terutama generasi muda muslim yang hidup setelahnya.
