Awan Penghalang Pesawat
Sebuah
pesawat maskapai Emirates mendarat darurat di Bandara Internasional Kochi,
India, setelah terjun bebas dari ketinggian 18.000 kaki.
Menurut
Times of India, penerbangan Emirates bernomor EK530 itu tidak mampu menghindari
awan cumulonimbus yang membuatnya mengalami turbulens yang hebat
sehingga mengurangi ketinggian terbang pesawat.
Beruntung
pesawat masih bisa mendarat, namun pendaratan darurat itu membuat 20 dari 350
penumpang mengalami cedera, sedangkan sang pilot dirawat untuk menyembuhkan
traumanya.
Empat
tahun kemudian, awan cumulonimbus kembali menjadi perbincangan
setelah penerbangan AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata gara-gara pesawat
berusaha menghindari awan ini.
Awan cumulonimbus
yang juga disebut awan hujan dan awan petir, adalah awan raksasa yang tercipta
karena ketidakstabilan dalam atmosfer dan menghasilkan badai petir yang
berbahaya.
Ini adalah
awan tertinggi dan menjadi penghalang terakhir sebelum pesawat menuju
ketinggian paling aman. Awan ini juga disebut awan jahat. Atmosfer yang tidak
stabil bisa dengan cepat membentuk awan ini dalam hitungan menit.
Kendati
kelihatannya indah ketika akan menghantarkan hujan deras dan petir, awan ini
bisa membentuk pula angin ribut atau tornado sehingga disebut awan yang luar
biasa berbahaya.
Karena
bisa memicu turbulens pada pesawat, bahkan pesawat besar berbadan lebar pun
bisa berada dalam bahaya besar jika terlalu dekat dengan awan ini.
Awan cumulonimbus yang
sangat berbahaya bahkan seperti hidup menjadi bagaikan predator yang menanti
memusnahkan apa pun yang melihat dan menghadapinya.
Laman
Universitas Princeton, AS, menyebutkan bahwa awan ini tinggi
dan padat, selain membawa badai petir dan kondisi ekstrem lainnya.
Nama cumulonimbus berasal
dari bahasa Latin cumulus yang berarti mengumpulkan,
dan nimbus yang berarti hujan.
Dihasilkan
dari kondisi atmosfer yang tidak stabil, awan ini bisa terbentuk sendirian atau
dalam kluster. Awan ini menciptakan petir pada intinya.
Bentuknya
seperti jamur. Pangkal awan ini bisa sepanjang beberapa mil dan kendati dapat
terbentuk pada ketinggian 500 sampai 13.000 kaki (150 - 3.960 meter), awan ini
bisa sampai di ketinggian 75.000 kaki (23.000 meter) pada kondisi yang ekstrem.
Para ahli
meteorologi telah menyelidiki proses terbentuknya awan cumulonimbus serta
timbulnya hujan air, hujan es, dan kilat dari awan ini.Mereka menemukan bahwa
awan cumulonimbus melalui tahap-tahap berikut sebelum menghasilkan air hujan:
Pertama,
angin menggerakkan awan. Awan cumulonimbus mulai terbentuk ketika angin
menggerakkan serpihan-serpihan awan (awan cumulus) menuju kawasan tempat
bergabungnya awan-awan ini.
Kedua,
serpihan-serpihan awan tadi kemudian bergabung membentuk awan yang lebih besar.
Ketiga, ketika awan-awan kecil bergabung, gerakan udara vertikal di dalam awan
yang lebih besar meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian
tengah dibandingkan di bagian tepinya.
Gerakan
udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga
menyebabkan awan bertindih-tindih.
Menggumpalnya awan secara vertikal ini
menyebabkan awan besar tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfer yang bersuhu
lebih dingin, tempat butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh
semakin besar.
Ketika butiran air dan es ini telah menjadi terlalu berat
sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, butiran ini
mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dan
sebagainya.
Dalam
Al-Quran, Surah An-Nuur ayat 43, Allah Ta’ala berfirman,
“Tidakkah kamu melihat
bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya,
kemudian menjadikanya bertindih-tindih maka kelihatanlah hujan keluar dari
celah-celahnya.”
Para ahli
meteorologi mengetahui dengan rinci proses pembentukan, struktur dan fungsi
awan dengan menggunakan peralatan yang canggih seperi pesawat udara, satelit,
komputer, balon, dan peralatan lain untuk mempelajari angin dan arahnya,
mengukur kelembaban udara dan variasinya, dan menentukan tingkat dan variasi
tekanan atmosfer.
Ayat
sebelumnya, setelah menyebut awan dan hujan, selanjutnya berbicara mengenai
hujan es dan kilat.
“...dan
Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari
(gumpalan - gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya
(butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya
dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.”
Para ahli
meteorologi menemukan bahwa awan cumulonimbus, yang
menjatuhkan hujan es, dapat mencapai ketinggian 25.000 hingga 30.000 kaki (7,5
hingga 8,9 km), seperti tampilan gunung, yang disebut dalam Al-Quran.
“...Allah
(juga) menurunkan(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung-gunung...”
Mungkin
timbul pertanyaan. Mengapa ayat tersebut mengatakan“ kilauan kilat awan itu”
yang menunjuk ke hujan es tersebut? Apakah ini berarti bahwa hujan es adalah
faktor utama yang menyebabkan timbulnya kilat?
Mari kita
lihat yang diungkapkan buku yang berjudul Meteorology Today mengenai hal ini.
Buku tersebut memaparkan bahwa awan menjadi bermuatan listrik begitu hujan es
jatuh melalui kawasan awan yang berisi butiran-butiran air yang sangat dingin
dan kristal-kristal es.
Saat
butiran-butiran air menabrak butiran-butiran es, keduanya membeku saat
bersentuhan dan mengeluarkan panas yang laten. Hal ini menyebabkan permukaan
batu-batu es lebih hangat dibanding kristal-kristal es yang mengelilinginya.
Ketika
butiran- butiran es bersentuhan dengan kristal es, sebuah fenomena yang penting
terjadi: elektron mengalir dari obyek yang lebih dingin ke obyek yang lebih
hangat. Karena itu, butiran-butiran es memiliki muatan listrik negatif.
Efek
yang sama terjadi ketika butiran-butiran air yang sangat dingin bersentuhan
dengan butiran-butiran hujan es dan pecahan-pecahan kecil butiran air yang bermuatan
positif pecah.
Partikel-partikel
kecil yang bermuatan positif ini lantas terbawa ke bagian atas gumpalan awan
oleh udara yang bergerak vertikal. Hujan es, yang memiliki muatan negatif,
jatuh ke bagian bawah gumpalan awan , sehingga bagian bawah gumpalan awan ini
menjadi bermuatan negatif.
Muatan
negatif ini kemudian dilepas sebagai kilat. Demikianlah, Allah telah
menerangkan sebuah fakta ilmiah yang baru terungkap oleh ilmu pengetahuan
modern.
Sebuah keajaiban ilmiah yang tidak mungkin diketahui rinciannya oleh
orang-orang di zaman pada saat diturunkannya Al-Quran.
Allahu Akbar!
