Kebingungan


Pembaca yang terhormat,
Tulisan yang sedang anda baca ini sangat berbahaya. Sekali lagi sangat berbahaya karena bisa mengganggu keimanan anda. Oleh karena itu sebaiknya STOP dan jangan diteruskan – mohon maaf.

Bila anda masih ingin membaca tulisan ini, kami ucapkan terima kasih. Anda adalah orang yang sedang dituntun Tuhan untuk menerima pengetahuan yang mencerahkan hati anda.

Jika anda melihat warna merah, tentu anda mengatakan merah. Tetapi apabila ada orang mengatakan warna hijau, tentu salah.

Namun bila ada orang mengatakan warnanya bukan hijau, apakah ini salah ? Tentu tidak, dan jawaban itu benar. 
Jika anda belum paham, STOP jangan diteruskan.
Jika  sudah paham, kami ucapkan selamat membaca.
-----
Begitu besar kasih Allah akan hamba-Nya yang bersaksi ini, tidak dapat saya lukiskan dengan kata-kata, maupun didalam tulisan secara sempurna.

Cukup lama saya menyangkal ke-llahi-an Yesus Kristus. Tetapi begitu besar Kasih Allah saya diselamatkan untuk mendapatkan kehidupan yang kekal di alam sorgawi itu. 

Allah sudah pilihkan buat saya ”Hidup Baru Dalam Kristus”. dan karenanya sebagai tanda pengucapan syukur, saya buatlah kesaksian ini.

Saya megahkan kesaksian ini, bukanlah disebabkan kecerdasan saya juga bukan karena kepintaran saya memahami Alkitab, juga bukanlah disebabkan bujukan orang lain; tetapi saya bermegah, disebabkan Allah Yang Maha Kasih akan keadilan dan kebenaran itu telah menjemput saya untuk menjadi pengikut Kristus, satu-satunya jalan untuk menuju kepada kebenaran dan Hidup Yang Kekal. 

Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. (Kis. 4:12).

Segala puji untuk Allah, Tuhan bagi kerajaan langit dan bumi …. Tuhan yang Rahmat dan Berkat-Nya tidak terbatasi oleh sekat-sekat yang menghalangi kepada tujuan-Nya.

Dia-lah Allah dengan segala kesucian atas diri-Nya, Allah yang bersih dari kemakhlukan, Allah yang tidak pernah memiliki serikat, tidak juga pernah memiliki istri maupun anak dalam wujud, sifat, khayalan maupun penafsiran seperti apapun.

Saya bersyukur telah diberi kesempatan oleh Allah untuk mereguk indahnya Islam dan mengecap nikmatnya berdekatan dengan-Nya, baik secara akal rasio indrawi maupun secara batiniah, nafs dan ruh.

Saya bukanlah siapa-siapa, sayapun bukan seorang kyai yang hafidz al-Qur’an dan menguasai begitu banyak hadis maupun tafsirnya, tetapi saya hanyalah seorang Muslim yang ”kebetulan” disapa Allah dan mendapat percikan setetes ilmu-Nya.

Tujuan akhir hidup saya bukanlah kehidupan sorgawi yang kekal ….
Sebab memang sorga dan neraka bukan sesuatu yang kekal abadi ….keduanya adalah nisbi, keduanya bukan tujuan ….

Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. - Qs. 11 Huud : 108

Itulah kita, selalu diliputi oleh angan-angan untuk selalu menjadi sesuatu yang abadi, sesuatu yang tidak pernah pudar, sesuatu yang bisa eksis melewati batasan ruang dan waktu, padahal yang demikian hanyalah bagi Allah saja.

Tujuan hidup yang sebenarnya adalah menggapai keridhoan Tuhan … 
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam - Qs. al-An’am 6:162

Surga dan neraka hanya sebuah konsekwensi atas perbuatan kita terhadap sistematika yang sudah ditentukan-Nya, Dia berkenan membagi sedikit keabadian diri-Nya kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya akan tetapi bagaimanapun juga yang Maha Abadi, yang Alpha dan Omega tetaplah Dia. Pada saatnya, keabadian yang Dia berikan itu akan Dia ambil kembali.

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin … Qs. 57 al-Haadid : 3

Karena itu tepat kiranya apa yang dinyanyikan oleh Chrisye dalam lagunya :
Jika surga dan neraka tidak pernah ada apakah kita masih mau taat kepada-Nya ?

Atau jika surga dan neraka tidak pernah eksis, apakah kita masih mau berbuat baik dan menebarkan kebenaran Tuhan … ? atau kita justru saling berbuat keonaran, menyebarkan keserakahan, kesombongan, kekejian dan sebagainya ?

Jika semua perbuatan baik yang kita lakukan hanya mengharap surga dan kehidupan kekalnya, maka kita sama seperti seorang kuli atau buruh ataupun karyawan yang bekerja demi upah … kita tidak lebih dari sekedar robot … padahal Allah menjadikan surga dan neraka hanya sebagai pemicu semangat agar kita bisa bersikap ikhlas dalam beribadah dan menebarkan kebaikan kepada orang lain …

Keselamatan hanya ada jika seseorang mau menjadi pengikut Kristus dalam pengertian menerima sifat ke-ilahian Yesus …

ini sebuah pernyataan yang subjektif dan naif serta secara historis dan bertentangan dengan semua hakekat pengutusan para Nabi dan Rasul sebelumnya sebagaimana yang tertuang dalam kisah-kisah pada Perjanjian Lama dimana sosok Yesus dalam perwujudan phisiknya baru ada setelah ia dilahirkan oleh Maria jauh hari pasca kenabian Abraham, Musa, Daud dan sebagainya.

Dalam hal ini, al-Qur’an jauh lebih realistis dibandingkan teori keselamatan yang ada dalam teologi Kristen tersebut …

Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) meereka bersedih hati. - Qs. 2 al-Baqarah: 62

Saya mengaku percaya akan kebenaran Alkitab dan Jesus Kristus Anak Allah, Tuhan dan Juru selamat umat manusia, adalah melalui (atau disebabkan) Al–Quran. Sungguh ajaib! Tetapi memang demikianlah sebenarnya.

Saya mendapatkan kebenaran ajaran Kristen ini, sama sekali bukanlah disebabkan kepandaian atau kecerdasan mempelajari Alkitab terlebih dahulu. Juga tidak disebabkan penerangan para pendeta atau penginjil manapun.

Hal ini dapat dimaklumi, karena saya sendiri tadinya adalah seorang Muslim, Saya tidak percaya bahkan menolak ke-Ilahi-an Jesus Kristus itu sebagai Anak Allah, Tuhan dan Juruselamat. Pelbagai cara yang sudah saya lakukan untuk menghinakan menolak kebenaran Jesus Kristus.

Latar belakang kehidupan seseorang tidak bisa dijadikan jaminan ataupun parameter utama dalam menentukan sejauh mana tingkat kedalaman ilmu agama ataupun keimanan serta kebesaran jiwa orang tersebut.

Bisa saja seorang yang tadinya hidup sebagai penjahat besar, pembunuh, pemabok, perampok dan lain sebagainya tiba-tiba sadar dan berbalik menjadi seorang alim, entah itu kyiai atau pendeta atau semacamnya.

Demikian juga sebaliknya, tidak tertutup kemungkinan seseorang yang berangkat dari latar belakang pesantren, hafidz quran, menjadi ketua yayasan Islam anu dan anu lalu secara serta merta dijustifikasi sebagai seorang yang memiliki ilmu agama tinggi atau memiliki hubungan dekat dengan Allah.

Bukti nyata atas diri sendiri, dia seperti pengakuannya memiliki banyak sekali pengalaman dalam Islam … tetapi lihatlah kembali, yang ada dihatinya hanyalah kebencian demi kebencian kepada orang-orang Kristen dan berusaha terus melakukan hujatan demi hujatan kepada mereka dengan teori ”menyerang dengan meminjam tenaga lawan” yaitu menghina melalui ayat-ayat Bible sendiri.

Padahal ini bukanlah sikap seorang Muslim sejati ….
Dalam bersosialisasi dengan orang lain, apalagi kita ini tinggal dalam masyarakat yang majemuk maka sangat tidak bijak untuk bersikap kasar dalam menjalin komunikasi atau berinteraksi satu dengan yang lainnya, sekalipun itu kepada orang yang akidahnya berbeda dengan diri kita.

Ada etika dan tata krama tertentu yang harus kita pegang dalam berhubungan dengan individu lainnya dan ini adalah merupakan tuntunan yang benar dari Allah dan Rasul-Nya …

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka sahabat hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.

Maka jika mereka berpaling, tawanlah dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun diantara mereka sebagai sahabat, dan jangan (pula) sebagai penolong, kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya.Qs. 4 an-Nisaa’ 89-90

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. – Qs. 8 al-Anfaal : 61

Bersikap ketus, tidak tenggang rasa antar sesama manusia, bukan ajaran dari para Nabi dan bukan juga ajaran hidup yang benar …

Justru dari titik paling kecil ini saja sudah semakin membuka jati diri seorang sebagai orang yang sama sekali belum paham akan ilmu agama, yang ada dikepalanya hanyalah kebencian dan kebencian kepada orang lain, pokoknya bila orang itu tidak sejalan dengan dirinya, tidak mau ikut pemikirannya, menolak bergabung dengan kelompoknya, maka dia itu harus dikerasi dan tidak berlaku prinsip lemah lembut atau tata krama pergaulan sehat sebagaimana yang disampaikan oleh al-Qur’an.

Sungguh bertolak belakang sekali dengan sikap Rasul yang senantiasa tersenyum, lapang dada dan berjiwa besar menghadapi perbedaan yang ada diantara para sahabatnya dan bahkan kepada para musuhnya sekalipun.

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. -Qs. al-Ma’idah 5:8

Saya mengaku percaya akan kebenaran Alkitab dan Jesus Kristus Anak Allah, Tuhan dan Juru selamat umat manusia, adalah melalui (atau disebabkan) Al–Quran.

Sungguh ajaib! Tetapi memang demikianlah sebenarnya.

Ada 4 tema pokok dalam tafsir al-Qur’an :
1. Yang dapat dipahami oleh orang yang menguasai bahasa Arab
2. Yang dapat dipahami oleh orang bodoh
3. Yang dapat dipahami oleh para ulama ( orang berilmu )
4. Yang dapat dipahami oleh Allah semata

Nah, pernyataan diatas menunjukkan kebencian, mau tidak mau saya harus menggolongkan orang itu kedalam kelompok orang yang ke-2, apalagi al-Qur’an sendiri juga jelas mengatakan :   
Dengan itu banyak orang yang telah tersesat, dan dengan itu (pula) banyak orang yang mendapat petunjuk. Tidak ada yang tersesatkan kecuali mereka yang fasik, -Qs. al-Baqarah 2:26

Seseorang bisa saja hapal al-Qur’an 30 Djuz dengan baik, fasih dan tepat dalam hal tajwid dan seseorang itu pun bisa saja pula hapal ribuan hadis yang ada dalam berbagai kitab para perawi tetapi itu tetap bukan jaminan bahwa dia mampu memahami al-Qur’an secara benar, toh seekor beo pun bisa diajari menghapal sesuatu tanpa sang beo itu sendiri harus mengerti apa yang dia hapalkan.

Saya mendapatkan kebenaran ajaran Kristen ini, sama sekali bukanlah disebabkan kepandaian atau kecerdasan mempelajari Alkitab terlebih dahulu.

Juga tidak disebabkan penerangan para pendeta atau penginjil manapun. Hal ini dapat dimaklumi, karena saya sendiri tadinya adalah seorang Muslim.

Sekali lagi saya cukup kagum dengan pengalaman orang yang berkata demikian, tetapi sayang semua itu tidak di-ikuti dengan kedewasaan berpikir maupun ilmu yang luas, karena pada akhirnya dia harus mencampakkan akal sehatnya dibalik semua doktrin yang sama sekali tidak bisa dijelaskan oleh akal sehatnya itu sendiri.

Orang ini hanya menjatuhkan dirinya kelembah kebodohan dibalik semua pergaulannya dengan orang-orang yang berilmu agama tinggi. Tidak ada beda dengan fenomena Abu Jahal dimasa kenabian dahulu.

Mendirikan negara Islam bukan berarti harus anti kepada agama Kristen, !
Betapa picik dan bodohnya pemikiran seperti itu, yang baginya Islam itu memang menakutkan bagi pemeluk ajaran lain diluarnya.

Sekali sebuah negara sudah bersyariatkan Islam maka yang lain harus ikut kepada Islam, semuanya harus tunduk pada syariat Islam. Tidak demikian !

Dijaman Nabi dan ke-4 khalifah beliau dahulu, negara Madinah bisa berdiri dengan bersyariatkan Islam tanpa harus memberangus ajaran agama lain yang ada ditengah masyarakat.

Ditengah mereka hidup ajaran Yahudi, ditengah mereka juga hidup ajaran Nasrani, Majusi dan lain sebagainya.

Sebagai sebuah perbandingan saja, ketika Yerusalem ditaklukkan oleh Persia dibawah pimpinan Choroes II pada tahun 614 semua gereja dihancurkan oleh mereka dan semua rakyat ditindas dengan kejam.

ketika tahun 637 pasukan Umar bin Khatab menaklukkan kekuasaan Roma dan merebut Yerusalem, semuanya terjadi dengan damai bahkan antara uskup Yerusalem dan Umar terjalin persahabatan yang baik.

Hak rakyat disana baik yang muslim atau kafir dilindungi, orang Yahudi dan Nasrani bebas melakukan syariat mereka sementara Muslim pun demikian.

Karena itu tidaklah mungkin sama sekali bagi saya untuk dapat memahami
isi Alkitab itu secara baik dan wajar. Saya membaca Alkitab bukanlah untuk mencari kebenarannya, melainkan hanya untuk mencari ayat-ayat yang dapat menunjang pendirian saya sebagai seorang Muslim.

Apa yang sudah dilakukan oleh seseorang seperti ini terhadap Bible atau alkitab sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang alim atau orang yang berpendidikan tinggi sangat tidak sesuai dengan pengalaman yang tinggi, sebab Islam sendiri mengajarkan agar kita harus bisa menata jiwa ini dengan bersih, baik sangka (Khusnudzzon) serta bersikap obyektif (adil, jujur, terbuka) baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain termasuk kepada mereka yang berseberangan keyakinan dengannya.

Sikap seseorang terhadap alkitab dengan mencari-cari pembenaran disana atas klaim-klaim Islam maupun tujuannya menyerang keyakinan orang lain yang berimplikasi kepada kepribadiannya malah meragukan otoritas kebenaran mutlak dari al-Qur’an dan ini tidak bisa dibenarkan.

“Kebenaran itu adalah dari Tuhan-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Qs. Al-Baqarah 2:147)
“Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka manfa’atnya bagi diri sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya.” (Qs. Al-An’am 6:104)

Kenapa harus menghujat keyakinan orang lain, sesembahan orang lain ?

Bukankah al-Qur’an sendiri sudah berpesan :
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. - Qs. 6 al-An’aam : 108

Menolak ilahiah Isa al-Masih bukan berarti memperbolehkan kita untuk melakukan hujatan kepada mereka yang menerima ketuhanannya, ini yang harus di-ingat oleh setiap Muslim.

Penolakan kita itu menyangkut prinsip keyakinan yang bisa dibuktikan dengan logika, fakta maupun kontekstual dogma yang menuntut kita untuk tetap bersikap bijak pada orang lain dalam bentuk : inilah keyakinanku dan terserah kepadamu apakah mau ikut keyakinanku atau mau tetap dengan keyakinanmu sebab untukku apa yang kupahami dan untukmu apa yang kamu pahami … lakum dinukum waliyadin.

Tetapi begitu besar Kasih Allah, pada suatu saat saya dicari, dijemput dan diselamatkan.

Jangan terlalu mudah menyatakan diri telah terselamatkan sebelum hal itu bisa dibuktikan secara benar, sebab dunia ini penuh hal yang nisbi dan menipu, kita perlu parameter yang jelas untuk bisa dijadikan ukuran dalam hal validitas segala sesuatunya.

1 Telasonika 5:21 : 
“Hendaklah segala perkara kamu uji dan yang baik kamu pegang.”

AI Maidah 68, yang berbunyi:
“Qul ya ahlal kitabi lastum’ala sya-in hatta tuqiemut taurata wa! injil wa ma unzila alaikum min rabbikum.” artinya: “Katakanlah! hai Ahli Kitab. Kamu tidak pada agama yang sebenarnya, kecuali apabila kamu turuti Taurat dan Injil, dan apa-apa yang diturunkan kepadamu dari pada Tuhanmu”.

Ayat ini, bukanlah untuk pertama kali itu saya baca, melainkan sudah ratusan kali. Tetapi pada kali terakhir itu, Allah telah membisikan dalam roh-jiwa saya, bahwa yang dimaksudkan “Taurat dan Injil” dalam ayat Quran itu adalah Taurat-lnjil yang ada terdapat dalam Alkitab atau Bible sekarang ini.

Taurat dan Injil mana yang dimaksud disini, harus terlebih dahulu diketahui bahwa perintah ini ditujukan bagi kaum Yahudi dan Nasrani bukan umat Muslim.

Menarik ayat itu mengatakan bahwa mereka tidak berada pada kebenaran sebelum mengikuti apa yang tercantum didalam Taurat dan Injil … berikut saya buktikan sedikit maksud ayat ini :

Apa salah satu perintah dari hukum Musa ?
“Jangan ada padamu Allah lain dihadapan-Nya, jangan membuat untukmu patung yang menyerupai apapun yang ada dilangit diatas atau yang ada dibumi dibawah atau yang ada didalam air dibawah bumi; Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Allah itu Maha Pencemburu.”

Demikian bisa anda jumpai dalam Kitab Keluaran pasal 20 ayat 3 sampai dengan ayat 5; hal senada juga bisa anda jumpai dalam Ulangan 6 ayat 4, Yesaya 43:10-11, Yesaya 44:6, Yesaya 45:18, Ulangan 4 ayat 35; Keluaran 8:10, Samuel II:7:22, Raja-raja I:8:23; Tawarikh I:17:20, Mazmur 86:8, Mazmur 113:4, Hosea 13:4; Zakharia 14:9.

Bahwa anda dilarang keras untuk mengadakan Tuhan-tuhan lain selain daripada Allah yang berkuasa atas penjuru langit dan bumi tanpa sekutu, Dia-lah yang awal dan yang Akhir, tidak ada bersama-Nya Tuhan lain.

Benarkah kaum Ahli Kitab sekarang sudah menerapkan isi Taurat diatas ?
Fakta : umat Nasrani justru mengambil sosok Isa al-Masih sebagai Tuhan tandingan Allah, yang dipuja, dipuji, disembah, dimintai pertolongan ….

Dari sisi Injil, apakah benar umat Nasrani juga sudah menerapkan isinya ? 
“Jawab Jesus: Hukum yang terutama adalah : Dengarlah wahai orang Israel, Tuhan kita adalah Tuhan yang Esa.” (Markus 12:29)

Jesus secara jelas dan gamblang sekali menyatakan bahwa “Tuhan Kita”, yaitu Tuhan dari diri Jesus sendiri dan Tuhan semua orang Israel itu adalah sama, yaitu Tuhan yang Esa, tidakkah kaum Ahli Kitab mau kembali merenung betapa Jesus pun mengakui status kehambaannya dihadapan Allah itu sendiri ?

Lihat secara baik-baik, Jesus tidak mengatakan bahwa dirinya itulah Tuhan orang Israel.

Tetapi fakta : justru umat Nasrani menganggap Jesus adalah Tuhan atau anak Tuhan !

Pikiran saya sejak dahulu mengatakan, bahwa Taurat dan Injil yang dimaksudkan oleh Al-Quran itu secara phisik sudah tidak ada lagi, dan isinya sekarang telah diintisarikan dalam Al-Quran.

Sedang Taurat Injil yang ada dalam Alkitab sekarang ini, adalah yang palsu isinya sudah diorak-arik oleh tangan manusia, dikurangi dan ditambah dan lain-lain.

Roh jiwa saya selalu mengatakan bahwa Taurat Injil itu adalah yang terdapat dalam Alkitab sekarang benar adanya. Pikiran/otak saya selalu mengatakan: tidak yang ada sekarang adalah Taurat–Injil palsu. Roh jiwa saya mengatakan: bahwa Taurat-Injil yang dimaksudkan itu adalah yang terdapat dalam Alkitab sekarang.

Pendapat pikiran/otak saya sekarang bertolak belakang dengan kata hati rohjiwa saya. Karenanya saya menjadi ragu, bimbang, mana yang benar.

Untuk mendapatkan ketentraman, maka dalam sembahyang tahjud (sembahyang tengah malam) dengan doa istiharah, yaitu suatu doa kepada Allah memohon agar diberi petunjuk tanda-tanda kebenaran, supaya Allah pilihkan buat saya mana yang benar satu diantara dua macam pendapat ini.

Saya berdoa demikian:
“Ya Allah, khalik langit dan bumi; Allah-nya orang-orang Islam, Allah-nya orang-orang Kristen, Allah-nya orang-orang Budha, Allah-nya bulan bintang, Allahnya lembah dan gunung-gunung, Allah semesta alam, tunjukkan tanda-tanda kebenaran Tuhan yang disebutkan dalam Quran ini mengenai Taurat dan Injil itu. Apakah yang dimaksud itu memang Taurat dan Injil yang sudah tidak ada, yang sudah disarikan dalam Al-Quran.

Jika memang demikian, saya mohon agar Tuhan teguhkan hatiku untuk tidak mempelajari Alkitab itu. Tetapi kalau sekiranya yang dimaksudkan “Taurat Injil” dalam Quran itu, adalah memang kebenarannya itu ada di dalam Alkitab (Bible) sekarang ini, saya mohon kiranya Tuhan bukakan hatiku untuk lebih bergairah membaca mempelajari Alkitab itu secara jujur dan baik.”

Saya tidak meminta pilihkan kepada siapa-siapapun, tidak kepada pendeta, juga tidak kepada alim-ulama juga tidak kepada kawan-kawan saya yang cerdas pandai, tetapi saya minta dipilihkan oleh Allah Yang Maha Tahu dan Maha Benar itu saja, agar dalam hal ini saya mendapatkan satu pilihan yang benar-benar ”meyakinkan kebenarannya”, menurut kehendak Allah itu sendiri.

Kita hanya bisa sampai kepada Tuhan apabila jalan yang kita tempuh juga benar, dan untuk tahu benar tidaknya maka gunakan akal untuk menganalisanya, apabila sesudah dianalisa dengan akal kebenaran itu tertolakkan maka bisa jadi dia bukan kebenaran sejati.

Akal diberikan oleh Allah untuk berpikir, membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Tanpa akal, manusia tidak lebih dari sekedar hewan yang tidak pernah memikirkan benar salah tindakannya bahkan mungkin jauh lebih sesat daripada itu.

Allah telah mengutus para Nabi dan Rasul kedunia untuk memberikan petunjuk kepada manusia agar memilih jalan kebenaran, dan petunjuk Allah itu hanya bisa diterima oleh orang-orang yang mau untuk berpikir tentang hakikat kebenaran sejati.

Dan berpikir yang benar didalam penerimaan tersebut adalah berpikir yang tidak hanya merenung atau asal-asalan, namun berusaha untuk mengerti, mempelajari, menyelidiki, memahami serta mengamalkan.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Qs. al-Israa’ 17:36)

Menisbikan peranan akal pikiran untuk menggapai keimanan sama sekali tidak layak kita terapkan, sebab hal ini akan menyamakan kedudukan kita dengan para penyembah berhala yang tidak pernah mau tahu tentang benar salahnya keimanan mereka, yang jelas mereka harus menerima dan yakin.

Jika sudah begini … untuk apa agama diturunkan ?
Untuk apa para Nabi dan Rasul diutus ?
Untuk apa Tuhan menciptakan manusia ?
Untuk apa Tuhan melimpahkan akal ?
Serta untuk apa Tuhan menjadikan kebenaran dan kebatilan ?

Hidup ini penuh dengan hukum-hukum keseimbangan, coba anda pelajari apa saja, pasti tidak akan anda dapati kepincangan dalam perputaran hukum-hukum alam tersebut.

Begitu pula dengan hal keimanan kepada Allah, mesti diraih dengan keseimbangan, yaitu antara akal (rasio logika + ilmu pengetahuan + dogma) dan hati (pertimbangan).

Kebenaran adalah sesuatu yang bernilai absolut, mutlak.
Namun seringkali kebenaran ini menjadi relatif, bergantung kepada bagaimana cara masing-masing orang memberikan arti dan penilaian terhadap kebenaran itu sendiri, sehingga itu pula kebenaran sudah menjadi sesuatu yang bersifat subjektif.

Bahwa untuk menjalankan syariat suatu agama haruslah dimulai dengan keimanan dahulu adalah sesuatu hal yang tidak dapat terbantahkan.

Keadaan beriman sesorang umumnya berada dalam kondisi “jadi” dari diri seseorang itu (sebab ini akan kembali dari lingkungan mana ia dilahirkan).

Namun seiring dengan bertambah dewasanya cara kita berpikir, sangat pantas sekali apabila kita mencoba mempertanyakan sejauh mana kebenaran dari keberimanan yang kita peroleh dari kondisi ‘jadi’ tadi.

Tuhan memberikan kita akal untuk berpikir, untuk menjadi cerdas bukan untuk jadi figuran dan sekedar ikut-ikutan. Karenanya kita tidak bisa mengatakan kondisi beriman tersebut ada karena lewat iman. Pernyataan ini tertolakkan dalam dunia ilmiah dan bertentangan dengan penalaran selaku manusia yang fitrah.

Menurut saya, sebenarnya seseorang memperoleh keimanannnya lewat dua jalur, ada yang lewat akal dan ada yang lewat nafsu (nafsu dalam hal ini adalah persangkaan atau praduga manusia).

Jika iman diartikan percaya, maka percaya juga bisa lewat akal atau persangkaan.
Misalnya apabila kita hendak melewati sebuah jembatan dari besi, tentu kita akan enteng saja melewatinya, karena persangkaan kita jembatan tersebut sudah kuat.

Tetapi bila yang dilewati adalah jembatan dari kayu dan tali, paling tidak kita akan mengecek kekuatan jembatan tersebut terlebih dahulu (menginjak-injak dari pinggir terlebih dahulu dsb )

Dalam beragama pun demikian, terdapat orang-orang yang mencapai iman dengan akal, dan ada yang dengan persangkaan.

Misalnya yang dengan persangkaan adalah seorang islam yang tidak mampu menjawab pertanyaan ” Mengapa kamu memilih Islam ?”, “Darimana kamu kamu tahu bahwa Islam itu benar ?”, ” jika orang tua anda bukan Islam kira-kira kamu Islam tidak ?”, atau bisa juga “mengapa kamu harus menjadi Kristen ?”, “Darimana kamu yakin bahwa Kristen itu benar ?”

Jadi bagi saya, Iman terhadap sesuatu itu tetap harus dibuktikan dulu apakah memang pengimanan tersebut sudah benar atau belum. 

Dan jalan untuk membuktikan kebenaran akan keimanan ini salah satunya dengan mengadakan penelaahan terhadap iman itu sendiri dengan mengadakan penyeimbangan dengan akal pikiran sebagai suatu anugerah dari Allah bagi manusia.

Manusia menurut sejarah al-Qur’an telah diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang mulia hingga malaikat sekalipun disuruh tunduk, hormat terhadap makhluk bernama manusia ini.

Manusia diciptakan berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, keutamaan manusia yang paling sering disinggung oleh banyak orang dan bahkan juga al-Qur’an adalah dilimpahkannya anugerah akal sebagai alat untuk berpikir dan memberikan jalan baginya didalam upaya mencari kebenaran Allah, yaitu dzat yang menjadi sumber dari kebenaran itu sendiri.

Sebagaimana yang seringkali saya tuliskan, seorang manusia tidak bisa memilih, di negeri mana ia dilahirkan, dan siapa orang tuanya. 


Yang ia dapatkan hanyalah kenyataan, bahwa di negerinya, kebanyakan orang memeluk agama atau keyakinan (ideologi) tertentu, dan orang tuanyapun mendidiknya sejak kecil dengan suatu pandangan hidup tertentu.

Namun hampir setiap manusia yang normal ternyata memiliki suatu naluri (instinkt), yakni suatu saat akan menanyakan, apakah keyakinan yang dianutnya saat itu benar atau salah.

Dia akan mulai membandingkan ajaran-ajaran agama atau ideologi yang dikenalnya. Bagaimanapun juga keberhasilan pencariannya ini sangat bergantung dari informasi yang datang ke padanya.

Kalau informasi pengganggu (noise) yang datang kepadanya terlalu kuat, misalnya adanya teror atau propaganda yang gencar dari pihak-pihak tertentu, bisa jadi sebelum menemukan kebenaran itu, ia sudah berhenti pada keyakinan tertentu yang dianggapnya enak (meski sebenarnya sesat).

Kebenaran suatu ajaran bisa direlatifkan dengan mudah bila hanya didasari oleh suatu asumsi. Dan kenyataan, hampir setiap pengertian buatan manusia adalah relatif. 


Para filosof mengatakan, bahwa suatu definisi hanyalah konsensus dari beberapa orang pada saat tertentu di tempat tertentu yang memiliki pengalaman yang mirip.

Maka tak heran, bahwa untuk beberapa pengertian yang sering kita dengar saja (seperti “demokrasi”, “hak asasi manusia”, dll), antar bangsa (dengan latar belakang kultur yang berbeda) dan antar generasi (dengan pengalaman sejarah yang berbeda), bisa berbeda pula pemahamannya.

Terima kasih telah membaca tulisan tolol ini.

Postingan populer dari blog ini

Benarkah Dewa Siwa Itu Nabi Adam?

Tempat Nabi Adam Turun

Piramida Sudah Tercantum Dalam Al-Qur'an