Kebingungan
Pembaca
yang terhormat,
Tulisan yang sedang anda baca ini sangat berbahaya. Sekali lagi sangat berbahaya karena bisa mengganggu keimanan anda. Oleh karena itu sebaiknya STOP dan jangan diteruskan – mohon maaf.
Tulisan yang sedang anda baca ini sangat berbahaya. Sekali lagi sangat berbahaya karena bisa mengganggu keimanan anda. Oleh karena itu sebaiknya STOP dan jangan diteruskan – mohon maaf.
Bila anda masih ingin membaca tulisan ini, kami ucapkan terima kasih.
Anda adalah orang yang sedang dituntun Tuhan untuk menerima pengetahuan yang
mencerahkan hati anda.
Jika anda melihat warna merah, tentu anda mengatakan merah. Tetapi
apabila ada orang mengatakan warna hijau, tentu salah.
Namun bila ada orang mengatakan warnanya bukan hijau, apakah ini salah ? Tentu tidak, dan jawaban itu benar.
Namun bila ada orang mengatakan warnanya bukan hijau, apakah ini salah ? Tentu tidak, dan jawaban itu benar.
Jika anda belum paham, STOP jangan diteruskan.
Jika sudah paham, kami ucapkan selamat membaca.
-----
Begitu
besar kasih Allah akan hamba-Nya yang bersaksi ini, tidak dapat saya lukiskan
dengan kata-kata, maupun didalam tulisan secara sempurna.
Cukup lama
saya menyangkal ke-llahi-an Yesus Kristus. Tetapi begitu besar Kasih Allah saya
diselamatkan untuk mendapatkan kehidupan yang kekal di alam sorgawi itu.
Allah sudah pilihkan buat saya ”Hidup Baru Dalam Kristus”. dan karenanya sebagai tanda pengucapan syukur, saya buatlah kesaksian ini.
Allah sudah pilihkan buat saya ”Hidup Baru Dalam Kristus”. dan karenanya sebagai tanda pengucapan syukur, saya buatlah kesaksian ini.
Saya
megahkan kesaksian ini, bukanlah disebabkan kecerdasan saya juga bukan karena
kepintaran saya memahami Alkitab, juga bukanlah disebabkan bujukan orang lain;
tetapi saya bermegah, disebabkan Allah Yang Maha Kasih akan keadilan dan
kebenaran itu telah menjemput saya untuk menjadi pengikut Kristus, satu-satunya
jalan untuk menuju kepada kebenaran dan Hidup Yang Kekal.
Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. (Kis. 4:12).
Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. (Kis. 4:12).
Segala
puji untuk Allah, Tuhan bagi kerajaan langit dan bumi …. Tuhan yang Rahmat dan
Berkat-Nya tidak terbatasi oleh sekat-sekat yang menghalangi kepada tujuan-Nya.
Dia-lah
Allah dengan segala kesucian atas diri-Nya, Allah yang bersih dari kemakhlukan,
Allah yang tidak pernah memiliki serikat, tidak juga pernah memiliki istri
maupun anak dalam wujud, sifat, khayalan maupun penafsiran seperti apapun.
Saya
bersyukur telah diberi kesempatan oleh Allah untuk mereguk indahnya Islam dan
mengecap nikmatnya berdekatan dengan-Nya, baik secara akal rasio indrawi maupun
secara batiniah, nafs dan ruh.
Saya
bukanlah siapa-siapa, sayapun bukan seorang kyai yang hafidz al-Qur’an dan
menguasai begitu banyak hadis maupun tafsirnya, tetapi saya hanyalah seorang
Muslim yang ”kebetulan” disapa Allah dan mendapat percikan setetes ilmu-Nya.
Tujuan
akhir hidup saya bukanlah kehidupan sorgawi yang kekal ….
Sebab
memang sorga dan neraka bukan sesuatu yang kekal abadi ….keduanya adalah nisbi,
keduanya bukan tujuan ….
Adapun
orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga,
mereka kekal
di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada
putus-putusnya. - Qs. 11 Huud : 108
Itulah
kita, selalu diliputi oleh angan-angan untuk selalu menjadi sesuatu yang abadi,
sesuatu yang tidak pernah pudar, sesuatu yang bisa eksis melewati batasan ruang
dan waktu, padahal yang demikian hanyalah bagi Allah saja.
Tujuan
hidup yang sebenarnya adalah menggapai keridhoan Tuhan …
Katakanlah:
“Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam - Qs. al-An’am 6:162
Surga dan
neraka hanya sebuah konsekwensi atas perbuatan kita terhadap sistematika yang
sudah ditentukan-Nya, Dia berkenan membagi sedikit keabadian diri-Nya kepada
makhluk-makhluk ciptaan-Nya akan tetapi bagaimanapun juga yang Maha Abadi, yang
Alpha dan Omega tetaplah Dia. Pada saatnya, keabadian yang Dia berikan itu akan
Dia ambil kembali.
Dialah Yang Awal dan
Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin … Qs. 57 al-Haadid : 3
Karena itu
tepat kiranya apa yang dinyanyikan oleh Chrisye dalam lagunya :
Jika surga
dan neraka tidak pernah ada apakah kita masih mau taat kepada-Nya ?
Atau jika
surga dan neraka tidak pernah eksis, apakah kita masih mau berbuat baik dan
menebarkan kebenaran Tuhan … ? atau kita justru saling berbuat keonaran,
menyebarkan keserakahan, kesombongan, kekejian dan sebagainya ?
Jika semua
perbuatan baik yang kita lakukan hanya mengharap surga dan kehidupan kekalnya,
maka kita sama seperti seorang kuli atau buruh ataupun karyawan yang bekerja
demi upah … kita tidak lebih dari sekedar robot … padahal Allah menjadikan
surga dan neraka hanya sebagai pemicu semangat agar kita bisa bersikap ikhlas
dalam beribadah dan menebarkan kebaikan kepada orang lain …
Keselamatan hanya ada jika seseorang mau menjadi pengikut Kristus dalam pengertian menerima sifat ke-ilahian Yesus …
ini sebuah pernyataan yang subjektif dan naif serta secara historis dan bertentangan dengan semua hakekat pengutusan para Nabi dan Rasul sebelumnya sebagaimana yang tertuang dalam kisah-kisah pada Perjanjian Lama dimana sosok Yesus dalam perwujudan phisiknya baru ada setelah ia dilahirkan oleh Maria jauh hari pasca kenabian Abraham, Musa, Daud dan sebagainya.
Dalam hal ini, al-Qur’an jauh lebih realistis dibandingkan teori keselamatan yang ada dalam teologi Kristen tersebut …
Keselamatan hanya ada jika seseorang mau menjadi pengikut Kristus dalam pengertian menerima sifat ke-ilahian Yesus …
ini sebuah pernyataan yang subjektif dan naif serta secara historis dan bertentangan dengan semua hakekat pengutusan para Nabi dan Rasul sebelumnya sebagaimana yang tertuang dalam kisah-kisah pada Perjanjian Lama dimana sosok Yesus dalam perwujudan phisiknya baru ada setelah ia dilahirkan oleh Maria jauh hari pasca kenabian Abraham, Musa, Daud dan sebagainya.
Dalam hal ini, al-Qur’an jauh lebih realistis dibandingkan teori keselamatan yang ada dalam teologi Kristen tersebut …
Sesungguhnya
orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari
kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) meereka bersedih hati. - Qs. 2
al-Baqarah: 62
Saya
mengaku percaya akan kebenaran Alkitab dan Jesus Kristus Anak Allah, Tuhan dan
Juru selamat umat manusia, adalah melalui (atau disebabkan) Al–Quran. Sungguh
ajaib! Tetapi memang demikianlah sebenarnya.
Saya
mendapatkan kebenaran ajaran Kristen ini, sama sekali bukanlah disebabkan
kepandaian atau kecerdasan mempelajari Alkitab terlebih dahulu. Juga tidak
disebabkan penerangan para pendeta atau penginjil manapun.
Hal ini
dapat dimaklumi, karena saya sendiri tadinya adalah seorang Muslim, Saya tidak
percaya bahkan menolak ke-Ilahi-an Jesus Kristus itu sebagai Anak Allah, Tuhan
dan Juruselamat. Pelbagai cara yang sudah saya lakukan untuk menghinakan
menolak kebenaran Jesus Kristus.
Latar
belakang kehidupan seseorang tidak bisa dijadikan jaminan ataupun parameter
utama dalam menentukan sejauh mana tingkat kedalaman ilmu agama ataupun keimanan
serta kebesaran jiwa orang tersebut.
Bisa saja
seorang yang tadinya hidup sebagai penjahat besar, pembunuh, pemabok, perampok
dan lain sebagainya tiba-tiba sadar dan berbalik menjadi seorang alim, entah
itu kyiai atau pendeta atau semacamnya.
Demikian
juga sebaliknya, tidak tertutup kemungkinan seseorang yang berangkat dari latar
belakang pesantren, hafidz quran, menjadi ketua yayasan Islam anu dan anu lalu
secara serta merta dijustifikasi sebagai seorang yang memiliki ilmu agama
tinggi atau memiliki hubungan dekat dengan Allah.
Bukti
nyata atas diri sendiri, dia seperti pengakuannya memiliki banyak sekali
pengalaman dalam Islam … tetapi lihatlah kembali, yang ada dihatinya hanyalah
kebencian demi kebencian kepada orang-orang Kristen dan berusaha terus
melakukan hujatan demi hujatan kepada mereka dengan teori ”menyerang dengan
meminjam tenaga lawan” yaitu menghina melalui ayat-ayat Bible sendiri.
Padahal
ini bukanlah sikap seorang Muslim sejati ….
Dalam
bersosialisasi dengan orang lain, apalagi kita ini tinggal dalam masyarakat
yang majemuk maka sangat tidak bijak untuk bersikap kasar dalam menjalin
komunikasi atau berinteraksi satu dengan yang lainnya, sekalipun itu kepada
orang yang akidahnya berbeda dengan diri kita.
Ada etika
dan tata krama tertentu yang harus kita pegang dalam berhubungan dengan
individu lainnya dan ini adalah merupakan tuntunan yang benar dari Allah dan
Rasul-Nya …
Mereka
ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka
sahabat hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.
Maka jika mereka berpaling, tawanlah
dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil
seorangpun diantara mereka sebagai sahabat, dan jangan (pula) sebagai penolong,
kecuali
orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara
kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang
kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan
memerangi kaumnya. – Qs.
4 an-Nisaa’ 89-90
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka
condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. – Qs. 8 al-Anfaal : 61
Bersikap
ketus, tidak tenggang rasa antar sesama manusia, bukan ajaran dari para Nabi
dan bukan juga ajaran hidup yang benar …
Justru
dari titik paling kecil ini saja sudah semakin membuka jati diri seorang
sebagai orang yang sama sekali belum paham akan ilmu agama, yang ada
dikepalanya hanyalah kebencian dan kebencian kepada orang lain, pokoknya bila
orang itu tidak sejalan dengan dirinya, tidak mau ikut pemikirannya, menolak
bergabung dengan kelompoknya, maka dia itu harus dikerasi dan tidak berlaku
prinsip lemah lembut atau tata krama pergaulan sehat sebagaimana yang
disampaikan oleh al-Qur’an.
Sungguh
bertolak belakang sekali dengan sikap Rasul yang senantiasa tersenyum, lapang
dada dan berjiwa besar menghadapi perbedaan yang ada diantara para sahabatnya
dan bahkan kepada para musuhnya sekalipun.
Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. -Qs.
al-Ma’idah 5:8
Saya
mengaku percaya akan kebenaran Alkitab dan Jesus Kristus Anak Allah, Tuhan dan
Juru selamat umat manusia, adalah melalui (atau disebabkan) Al–Quran.
Sungguh
ajaib! Tetapi memang demikianlah sebenarnya.
Ada 4 tema
pokok dalam tafsir al-Qur’an :
1. Yang
dapat dipahami oleh orang yang menguasai bahasa Arab
2. Yang
dapat dipahami oleh orang bodoh
3. Yang
dapat dipahami oleh para ulama ( orang berilmu )
4. Yang
dapat dipahami oleh Allah semata
Nah, pernyataan
diatas menunjukkan kebencian, mau tidak mau saya harus menggolongkan orang itu
kedalam kelompok orang yang ke-2, apalagi al-Qur’an sendiri juga jelas
mengatakan :
Dengan itu banyak orang yang telah tersesat, dan dengan itu (pula) banyak orang yang mendapat petunjuk. Tidak ada yang tersesatkan kecuali mereka yang fasik, -Qs. al-Baqarah 2:26
Dengan itu banyak orang yang telah tersesat, dan dengan itu (pula) banyak orang yang mendapat petunjuk. Tidak ada yang tersesatkan kecuali mereka yang fasik, -Qs. al-Baqarah 2:26
Seseorang
bisa saja hapal al-Qur’an 30 Djuz dengan baik, fasih dan tepat dalam hal tajwid
dan seseorang itu pun bisa saja pula hapal ribuan hadis yang ada dalam berbagai
kitab para perawi tetapi itu tetap bukan jaminan bahwa dia mampu memahami
al-Qur’an secara benar, toh seekor beo pun bisa diajari menghapal sesuatu
tanpa sang beo itu sendiri harus mengerti apa yang dia hapalkan.
Saya
mendapatkan kebenaran ajaran Kristen ini, sama sekali bukanlah disebabkan kepandaian atau kecerdasan mempelajari Alkitab terlebih dahulu.
Juga tidak disebabkan penerangan para pendeta atau penginjil manapun. Hal ini dapat dimaklumi, karena saya sendiri tadinya adalah seorang Muslim.
Sekali
lagi saya cukup kagum dengan pengalaman orang yang berkata demikian, tetapi
sayang semua itu tidak di-ikuti dengan kedewasaan berpikir maupun ilmu yang
luas, karena pada akhirnya dia harus mencampakkan akal sehatnya dibalik semua
doktrin yang sama sekali tidak bisa dijelaskan oleh akal sehatnya itu sendiri.
Orang ini
hanya menjatuhkan dirinya kelembah kebodohan dibalik semua pergaulannya dengan
orang-orang yang berilmu agama tinggi. Tidak ada beda dengan fenomena Abu Jahal
dimasa kenabian dahulu.
Mendirikan
negara Islam bukan berarti harus anti kepada agama Kristen, !
Betapa
picik dan bodohnya pemikiran seperti itu, yang baginya Islam itu memang
menakutkan bagi pemeluk ajaran lain diluarnya.
Sekali
sebuah negara sudah bersyariatkan Islam maka yang lain harus ikut kepada Islam,
semuanya harus tunduk pada syariat Islam. Tidak demikian !
Dijaman
Nabi dan ke-4 khalifah beliau dahulu, negara Madinah bisa berdiri dengan
bersyariatkan Islam tanpa harus memberangus ajaran agama lain yang ada ditengah
masyarakat.
Ditengah
mereka hidup ajaran Yahudi, ditengah mereka juga hidup ajaran Nasrani, Majusi
dan lain sebagainya.
Sebagai
sebuah perbandingan saja, ketika Yerusalem ditaklukkan oleh Persia dibawah
pimpinan Choroes II pada tahun 614 semua gereja dihancurkan oleh mereka dan
semua rakyat ditindas dengan kejam.
ketika
tahun 637 pasukan Umar bin Khatab menaklukkan kekuasaan Roma dan merebut
Yerusalem, semuanya terjadi dengan damai bahkan antara uskup Yerusalem dan Umar
terjalin persahabatan yang baik.
Hak rakyat
disana baik yang muslim atau kafir dilindungi, orang Yahudi dan Nasrani bebas
melakukan syariat mereka sementara Muslim pun demikian.
Karena itu
tidaklah mungkin sama sekali bagi saya untuk dapat memahami
isi Alkitab itu secara baik dan wajar. Saya membaca Alkitab bukanlah untuk mencari kebenarannya, melainkan hanya untuk mencari ayat-ayat yang dapat menunjang pendirian saya sebagai seorang Muslim.
isi Alkitab itu secara baik dan wajar. Saya membaca Alkitab bukanlah untuk mencari kebenarannya, melainkan hanya untuk mencari ayat-ayat yang dapat menunjang pendirian saya sebagai seorang Muslim.
Apa yang
sudah dilakukan oleh seseorang seperti ini terhadap Bible atau alkitab sama
sekali tidak mencerminkan sikap seorang alim atau orang yang berpendidikan
tinggi sangat tidak sesuai dengan pengalaman yang tinggi, sebab Islam sendiri
mengajarkan agar kita harus bisa menata jiwa ini dengan bersih, baik sangka (Khusnudzzon)
serta bersikap obyektif (adil, jujur, terbuka) baik kepada dirinya sendiri
maupun orang lain termasuk kepada mereka yang berseberangan keyakinan
dengannya.
Sikap seseorang
terhadap alkitab dengan mencari-cari pembenaran disana atas klaim-klaim Islam
maupun tujuannya menyerang keyakinan orang lain yang berimplikasi kepada
kepribadiannya malah meragukan otoritas kebenaran mutlak dari al-Qur’an dan ini
tidak bisa dibenarkan.
“Kebenaran
itu adalah dari Tuhan-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu.” (Qs. Al-Baqarah 2:147)
“Sesungguhnya
telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat
(kebenaran itu), maka manfa’atnya bagi diri sendiri; dan barangsiapa buta
(tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya.” (Qs.
Al-An’am 6:104)
Kenapa
harus menghujat keyakinan orang lain, sesembahan orang lain ?
Bukankah al-Qur’an
sendiri sudah berpesan :
Dan janganlah
kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. - Qs. 6
al-An’aam : 108
Menolak
ilahiah Isa al-Masih bukan berarti memperbolehkan kita untuk melakukan hujatan
kepada mereka yang menerima ketuhanannya, ini yang harus di-ingat oleh setiap
Muslim.
Penolakan
kita itu menyangkut prinsip keyakinan yang bisa dibuktikan dengan logika, fakta
maupun kontekstual dogma yang menuntut kita untuk tetap bersikap bijak pada
orang lain dalam bentuk : inilah keyakinanku dan terserah kepadamu apakah mau
ikut keyakinanku atau mau tetap dengan keyakinanmu sebab untukku apa yang
kupahami dan untukmu apa yang kamu pahami … lakum
dinukum waliyadin.
Tetapi
begitu besar Kasih Allah, pada suatu saat saya dicari, dijemput dan
diselamatkan.
Jangan
terlalu mudah menyatakan diri telah terselamatkan
sebelum hal itu bisa dibuktikan secara benar, sebab dunia ini penuh hal yang
nisbi dan menipu, kita perlu parameter yang jelas untuk bisa dijadikan ukuran
dalam hal validitas segala sesuatunya.
1
Telasonika 5:21 :
“Hendaklah segala perkara kamu uji dan yang baik kamu pegang.”
“Hendaklah segala perkara kamu uji dan yang baik kamu pegang.”
AI Maidah
68, yang berbunyi:
“Qul ya ahlal kitabi
lastum’ala sya-in hatta tuqiemut taurata wa! injil wa ma unzila alaikum min
rabbikum.” artinya: “Katakanlah! hai Ahli Kitab. Kamu
tidak pada agama yang sebenarnya, kecuali apabila kamu turuti Taurat dan Injil,
dan apa-apa yang diturunkan kepadamu dari pada Tuhanmu”.
Ayat ini,
bukanlah untuk pertama kali itu saya baca, melainkan sudah ratusan kali. Tetapi
pada kali terakhir itu, Allah telah membisikan dalam roh-jiwa saya, bahwa yang
dimaksudkan “Taurat dan Injil” dalam ayat Quran itu adalah Taurat-lnjil yang
ada terdapat dalam Alkitab atau Bible sekarang ini.
Taurat dan
Injil mana yang dimaksud disini, harus terlebih dahulu diketahui bahwa perintah
ini ditujukan bagi kaum Yahudi dan Nasrani bukan umat Muslim.
Menarik
ayat itu mengatakan bahwa mereka tidak berada pada kebenaran sebelum mengikuti
apa yang tercantum didalam Taurat dan Injil … berikut saya buktikan sedikit
maksud ayat ini :
Apa salah
satu perintah dari hukum Musa ?
“Jangan ada
padamu Allah lain dihadapan-Nya, jangan membuat untukmu patung yang menyerupai
apapun yang ada dilangit diatas atau yang ada dibumi dibawah atau yang ada
didalam air dibawah bumi; Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Allah itu Maha Pencemburu.”
Demikian
bisa anda jumpai dalam Kitab Keluaran pasal 20 ayat 3 sampai dengan ayat 5; hal
senada juga bisa anda jumpai dalam Ulangan 6 ayat 4, Yesaya 43:10-11, Yesaya
44:6, Yesaya 45:18, Ulangan 4 ayat 35; Keluaran 8:10, Samuel II:7:22, Raja-raja
I:8:23; Tawarikh I:17:20, Mazmur 86:8, Mazmur 113:4, Hosea 13:4; Zakharia 14:9.
Bahwa anda
dilarang keras untuk mengadakan Tuhan-tuhan lain selain daripada Allah yang
berkuasa atas penjuru langit dan bumi tanpa sekutu, Dia-lah yang awal dan yang
Akhir, tidak ada bersama-Nya Tuhan lain.
Benarkah kaum Ahli Kitab sekarang sudah menerapkan isi Taurat diatas ?
Fakta :
umat Nasrani justru mengambil sosok Isa al-Masih
sebagai Tuhan tandingan Allah, yang dipuja, dipuji, disembah, dimintai
pertolongan ….
Dari sisi
Injil, apakah benar umat Nasrani juga sudah menerapkan isinya ?
“Jawab
Jesus: Hukum yang terutama adalah : Dengarlah wahai orang Israel, Tuhan kita
adalah Tuhan yang Esa.” (Markus 12:29)
Jesus
secara jelas dan gamblang sekali menyatakan bahwa “Tuhan Kita”, yaitu Tuhan
dari diri Jesus sendiri dan Tuhan semua orang Israel itu adalah sama, yaitu
Tuhan yang Esa, tidakkah kaum Ahli Kitab mau kembali merenung betapa Jesus pun
mengakui status kehambaannya dihadapan Allah itu sendiri ?
Lihat
secara baik-baik, Jesus tidak mengatakan bahwa dirinya itulah Tuhan orang
Israel.
Tetapi
fakta : justru umat Nasrani menganggap Jesus adalah Tuhan atau anak Tuhan !
Pikiran
saya sejak dahulu mengatakan, bahwa Taurat dan Injil yang dimaksudkan oleh
Al-Quran itu secara phisik sudah tidak ada lagi, dan isinya sekarang telah
diintisarikan dalam Al-Quran.
Sedang
Taurat Injil yang ada dalam Alkitab sekarang ini, adalah yang palsu isinya
sudah diorak-arik oleh tangan manusia, dikurangi dan ditambah dan lain-lain.
Roh jiwa
saya selalu mengatakan bahwa Taurat Injil itu adalah yang terdapat dalam
Alkitab sekarang benar adanya. Pikiran/otak saya selalu mengatakan: tidak yang
ada sekarang adalah Taurat–Injil palsu. Roh jiwa saya mengatakan: bahwa
Taurat-Injil yang dimaksudkan itu adalah yang terdapat dalam Alkitab sekarang.
Pendapat pikiran/otak saya sekarang bertolak belakang dengan kata hati rohjiwa saya. Karenanya saya menjadi ragu, bimbang, mana yang benar.
Untuk
mendapatkan ketentraman, maka dalam sembahyang tahjud (sembahyang tengah malam)
dengan doa istiharah, yaitu suatu doa kepada Allah memohon agar diberi petunjuk
tanda-tanda kebenaran, supaya Allah pilihkan buat saya mana yang benar satu
diantara dua macam pendapat ini.
Saya
berdoa demikian:
“Ya Allah,
khalik langit dan bumi; Allah-nya orang-orang Islam, Allah-nya orang-orang
Kristen, Allah-nya orang-orang Budha, Allah-nya bulan bintang, Allahnya lembah
dan gunung-gunung, Allah semesta alam, tunjukkan tanda-tanda kebenaran Tuhan
yang disebutkan dalam Quran ini mengenai Taurat dan Injil itu. Apakah yang
dimaksud itu memang Taurat dan Injil yang sudah tidak ada, yang sudah disarikan
dalam Al-Quran.
Jika memang
demikian, saya mohon agar Tuhan teguhkan hatiku untuk tidak mempelajari Alkitab
itu. Tetapi kalau sekiranya yang dimaksudkan “Taurat Injil” dalam Quran itu,
adalah memang kebenarannya itu ada di dalam Alkitab (Bible) sekarang ini, saya
mohon kiranya Tuhan bukakan hatiku untuk lebih bergairah membaca mempelajari
Alkitab itu secara jujur dan baik.”
Saya tidak
meminta pilihkan kepada siapa-siapapun, tidak kepada pendeta, juga tidak kepada
alim-ulama juga tidak kepada kawan-kawan saya yang cerdas pandai, tetapi saya
minta dipilihkan oleh Allah Yang Maha Tahu dan Maha Benar itu saja, agar dalam
hal ini saya mendapatkan satu pilihan yang benar-benar ”meyakinkan
kebenarannya”, menurut kehendak Allah itu sendiri.
Kita hanya
bisa sampai kepada Tuhan apabila jalan yang kita tempuh juga benar, dan untuk
tahu benar tidaknya maka gunakan akal untuk menganalisanya, apabila sesudah
dianalisa dengan akal kebenaran itu tertolakkan maka bisa jadi dia bukan
kebenaran sejati.
Akal diberikan
oleh Allah untuk berpikir, membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
Tanpa akal, manusia tidak lebih dari sekedar hewan yang tidak pernah memikirkan
benar salah tindakannya bahkan mungkin jauh lebih sesat daripada itu.
Allah
telah mengutus para Nabi dan Rasul kedunia untuk memberikan petunjuk kepada
manusia agar memilih jalan kebenaran, dan petunjuk Allah itu hanya bisa
diterima oleh orang-orang yang mau untuk berpikir tentang hakikat kebenaran
sejati.
Dan
berpikir yang benar didalam penerimaan tersebut adalah berpikir yang tidak
hanya merenung atau asal-asalan, namun berusaha untuk mengerti, mempelajari,
menyelidiki, memahami serta mengamalkan.
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggunganjawabnya.” (Qs. al-Israa’ 17:36)
Menisbikan
peranan akal pikiran untuk menggapai keimanan sama sekali tidak layak kita
terapkan, sebab hal ini akan menyamakan kedudukan kita dengan para penyembah
berhala yang tidak pernah mau tahu tentang benar salahnya keimanan mereka, yang
jelas mereka harus menerima dan yakin.
Jika sudah
begini … untuk apa agama diturunkan ?
Untuk apa
para Nabi dan Rasul diutus ?
Untuk apa
Tuhan menciptakan manusia ?
Untuk apa
Tuhan melimpahkan akal ?
Serta
untuk apa Tuhan menjadikan kebenaran dan kebatilan ?
Hidup ini
penuh dengan hukum-hukum keseimbangan, coba anda pelajari apa saja, pasti tidak
akan anda dapati kepincangan dalam perputaran hukum-hukum alam tersebut.
Begitu
pula dengan hal keimanan kepada Allah, mesti diraih dengan keseimbangan, yaitu
antara akal (rasio logika + ilmu pengetahuan + dogma) dan hati (pertimbangan).
Kebenaran
adalah sesuatu yang bernilai absolut, mutlak.
Namun
seringkali kebenaran ini menjadi relatif, bergantung kepada bagaimana cara
masing-masing orang memberikan arti dan penilaian terhadap kebenaran itu
sendiri, sehingga itu pula kebenaran sudah menjadi sesuatu yang bersifat
subjektif.
Bahwa untuk menjalankan syariat suatu agama haruslah dimulai dengan keimanan dahulu adalah sesuatu hal yang tidak dapat terbantahkan.
Keadaan beriman sesorang umumnya berada dalam kondisi “jadi” dari diri seseorang itu (sebab ini akan kembali dari lingkungan mana ia dilahirkan).
Namun seiring dengan bertambah dewasanya cara kita berpikir, sangat pantas sekali apabila kita mencoba mempertanyakan sejauh mana kebenaran dari keberimanan yang kita peroleh dari kondisi ‘jadi’ tadi.
Tuhan memberikan kita akal untuk berpikir, untuk menjadi cerdas bukan untuk jadi figuran dan sekedar ikut-ikutan. Karenanya kita tidak bisa mengatakan kondisi beriman tersebut ada karena lewat iman. Pernyataan ini tertolakkan dalam dunia ilmiah dan bertentangan dengan penalaran selaku manusia yang fitrah.
Menurut
saya, sebenarnya seseorang memperoleh keimanannnya lewat dua jalur, ada yang
lewat akal dan ada yang lewat nafsu (nafsu dalam hal ini adalah persangkaan
atau praduga manusia).
Jika iman
diartikan percaya, maka percaya juga bisa lewat akal atau persangkaan.
Misalnya
apabila kita hendak melewati sebuah jembatan dari besi, tentu kita akan enteng
saja melewatinya, karena persangkaan kita jembatan tersebut sudah kuat.
Tetapi
bila yang dilewati adalah jembatan dari kayu dan tali, paling tidak kita akan
mengecek kekuatan jembatan tersebut terlebih dahulu (menginjak-injak dari
pinggir terlebih dahulu dsb )
Dalam beragama pun demikian, terdapat orang-orang yang mencapai iman dengan akal, dan ada yang dengan persangkaan.
Misalnya
yang dengan persangkaan adalah seorang islam yang tidak mampu menjawab
pertanyaan ” Mengapa kamu memilih Islam ?”, “Darimana kamu kamu tahu bahwa
Islam itu benar ?”, ” jika orang tua anda bukan Islam kira-kira kamu Islam
tidak ?”, atau bisa juga “mengapa kamu harus menjadi Kristen ?”, “Darimana kamu
yakin bahwa Kristen itu benar ?”
Jadi bagi
saya, Iman terhadap sesuatu itu tetap harus dibuktikan dulu apakah memang
pengimanan tersebut sudah benar atau belum.
Dan jalan untuk membuktikan kebenaran akan keimanan ini salah satunya dengan mengadakan penelaahan terhadap iman itu sendiri dengan mengadakan penyeimbangan dengan akal pikiran sebagai suatu anugerah dari Allah bagi manusia.
Dan jalan untuk membuktikan kebenaran akan keimanan ini salah satunya dengan mengadakan penelaahan terhadap iman itu sendiri dengan mengadakan penyeimbangan dengan akal pikiran sebagai suatu anugerah dari Allah bagi manusia.
Manusia
menurut sejarah al-Qur’an telah diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang
mulia hingga malaikat sekalipun disuruh tunduk, hormat terhadap makhluk bernama
manusia ini.
Manusia
diciptakan berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, keutamaan manusia yang
paling sering disinggung oleh banyak orang dan bahkan juga al-Qur’an adalah
dilimpahkannya anugerah akal sebagai alat untuk berpikir dan memberikan jalan
baginya didalam upaya mencari kebenaran Allah, yaitu dzat yang menjadi sumber
dari kebenaran itu sendiri.
Sebagaimana yang seringkali saya tuliskan, seorang manusia tidak bisa memilih, di negeri mana ia dilahirkan, dan siapa orang tuanya.
Yang ia dapatkan hanyalah kenyataan, bahwa di negerinya, kebanyakan orang memeluk agama atau keyakinan (ideologi) tertentu, dan orang tuanyapun mendidiknya sejak kecil dengan suatu pandangan hidup tertentu.
Namun hampir setiap manusia yang normal ternyata memiliki suatu naluri (instinkt), yakni suatu saat akan menanyakan, apakah keyakinan yang dianutnya saat itu benar atau salah.
Dia akan
mulai membandingkan ajaran-ajaran agama atau ideologi yang dikenalnya.
Bagaimanapun juga keberhasilan pencariannya ini sangat bergantung dari
informasi yang datang ke padanya.
Kalau informasi pengganggu (noise) yang datang kepadanya terlalu kuat, misalnya adanya teror atau propaganda yang gencar dari pihak-pihak tertentu, bisa jadi sebelum menemukan kebenaran itu, ia sudah berhenti pada keyakinan tertentu yang dianggapnya enak (meski sebenarnya sesat).
Kebenaran suatu ajaran bisa direlatifkan dengan mudah bila hanya didasari oleh suatu asumsi. Dan kenyataan, hampir setiap pengertian buatan manusia adalah relatif.
Para filosof mengatakan, bahwa suatu definisi hanyalah konsensus dari beberapa orang pada saat tertentu di tempat tertentu yang memiliki pengalaman yang mirip.
Maka tak heran, bahwa untuk beberapa pengertian yang sering kita dengar saja (seperti “demokrasi”, “hak asasi manusia”, dll), antar bangsa (dengan latar belakang kultur yang berbeda) dan antar generasi (dengan pengalaman sejarah yang berbeda), bisa berbeda pula pemahamannya.
Terima
kasih telah membaca tulisan tolol ini.