Wanita Dicipta dari Tulang Rusuk Pria?
Cerita
penciptaan manusia, banyak diketahui melalui hadits, israiliyat, dan riwayat
yang bersumber dari kitab Taurat, Injil, dan Talmud.
Substansi
asal usul kejadian Adam dan Hawa juga tidak dibedakan secara tegas. Memang, ada
isyarat bahwa Adam diciptakan dari tanah kemudian dari tulang rusuk Adam ini
diciptakan Hawa, namun isyarat ini diperoleh dari hadits.
Kata
Hawa yang selama ini dipersepsikan sebagai perempuan yang menjadi istri Adam,
sama sekali tidak pernah disinggung dalam Al-Quran.
Bahkan,
klaim bahwa Adam sebagai manusia pertama dan berjenis kelamin laki-laki masih
dipertanyakan oleh beberapa kalangan.
Satu-satunya
ayat yang mengisyaratkan soal ini adalah QS. An-Nisa’ : 1.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu (nafs wahidah), dan darinya (minha),
Allah menciptakan isterinya (zaujaha); dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”
Kata
kunci yang menjadi sumber analisis dalam ayat ini yang kemudian melahirkan
perdebatan adalah kalimat:
(1.)
nafs
wahidah (diri yang satu),
(2.)
objek yang ditunjuk dengan kata ganti minha (darinya), dan
(3.)
apa yang dimaksud dengan kata : zaujaha (pasangan).
Para
mufassir, setidaknya terpecah dalam dua pemahaman.
Kelompok pertama,
manafsirkan kata: nafs wahidah
dengan “Adam”, kata ganti: minha dengan “dari bagian tubuh Adam”, dan kata zaujaha
dengan “Hawa”.
Alasan
mereka adalah karena adanya hadits yang mengisyaratkan bahwa perempuan (Hawa)
diciptakan dari Adam:
“sesungguhnya
perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, jika kalian mencoba
meluruskannya dia akan patah. Tetapi jika kalian membiarkannya, maka kalian
akan mematikannya dengan tetap dalam keadaan bengkok”.
Tafsir
seperti ini dapat dilihat dalam tafsir Al-Qurtubi, tafsir Ibnu Katsir, tafsir ruh Al-Bayan,
tafsir Al-Kasysyaf, tafsir Jami’ Al-Bayan, dan tafsir Al-Maraghi
Kelompok kedua,
memahami asal usul kejadian perempuan bukan
dari tulang rusuk Adam, tapi dari jenis (jins) yang sama dengan Adam.
Ar-Razi
termasuk kedalam kelompok ini. dengan mengutip pendapat Abu Muslim Al-Isfahani,
dia mengatakan bahwa kata ganti: ha, pada kata minha dalam ayat diatas, bukan bagian tubuh
Adam, tetapi “dari jenis” Adam.
Dia
membandingkan pendapatnya ini dengan menganalisis kata nafs yang
digunakan dalam QS. An-Nahl 16:78, Ali Imran 3:164, dan At-Taubah 9:128.
Muhammad
Abduh, dengan logika yang berbeda, juga termasuk kedalam kelompok ini.
Dalam
TafsirAl-Manar,
dia mengemukakan alasan bahwa ayat itu diawali kata ya ayyuha annas (wahai
sekalian manusia). Ini berarti ditujukan kepada seluruh manusia.
Bagaimana
mungkin itu dikatakan Adam, sementara Adam tidak populer dan tidak diakui
keberadaannya oleh semua ummat manusia sebagai manusia pertama.
Oleh karena itu, menurutnya, pengertian min nafs wahidah dalam ayat ini, mestinya yang dapat diakui secara universal.
Oleh karena itu, menurutnya, pengertian min nafs wahidah dalam ayat ini, mestinya yang dapat diakui secara universal.
Selanjutnya,
bila memang yang dimaksud adalah Adam, mengapat menggunakan bentuk nakirah
pada kata rijal,
bukan bentuk ma’rifah:
ar-rijal
wa an-nisa’.
Dengan
mengutip pendapat para filosof, Abduh lalu menganggap kata nafs
mempunyai arti yang sama dengan kata ruh yaitu sesuatu yang berupa nonmateri. Ini
artinya nafs
tidak bisa diartikan Adam yang berkonotasi materi.
Model
penafsiran diatas, juga mewarnai karya tafsir di Indonesia, misalnya Tafsir kebencian oleh
Zaituna dan Argumen
Kesetaraan Gender oleh Nasaruddin Umar, termasuk yang sangat tegas
menolak pendapat bahwa wanita dicipta dari tulang rusuk pria.
Dengan
mengutip Rifaat Hasan dan Fatimah Mernissi, Zaituna mengklaim bahwa pendapat
kedua yang rasional.
Alasan
dia, kata Adam dalam istilah dalam bahasa Ibrani berarti ‘tanah’ berasal dari
kata Adamah,
sebagian besar berfungsi sebagai istilah generik untuk manusia bukan menyangkut
jenis kelamin. Memperkuat pendapatnya ini, dia lalu mengutip QS. Al-Isra’ 17:70
dan At-Tin 95:4.
Itu
artinya secara tidak langsung, Zaituna menolak pandangan bahwa perempuan (Hawa)
diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Nasaruddin
Umar dalam
Argumen Kesetaraan Gender lebih kritis dari memberikan analisis.
Dengan
analisis linguistik, ia menjelaskan bahwa kata nafs, yang terulang 295
kali dalam Al-Quran dengan pelbagai bentuknya, tidak satupun yang dengan tegas
menunjuk kepada pengertian Adam.
Kata
nafs,
dalam Al-Quran kadang berarti jiwa (QS. Al-Maidah 5:32), nafsu (QS. Al-Fajr
89:27), nyawa atau roh (QS. Al-Ankabut 39:57), dan asal usul binatang (QS.
Syura 42:11).
Analisis
macam ini juga dipakai baidan dalam tafsir bi Ar-Ra’yi dengan bahasa yang lugas, diujung
analisisnya, dia menyimpulkan bahwa wanita menurut Al-Quran bukan diciptakan
dari tulang rusuk Adam. Melainkan dari unsur yang sama dengan Adam, yaitu
tanah.
Alasan
kedua yang diberikan Nasaruddin Umar adalah bahwa kata nafs wahidah
dalam konteks ayat diatas memakai bentuk nakirah atau indefenit, bukan bentuk ma’rifah yang
menunjukkan kekhususan, dan diperkuat lagi dengan kata wahidah.
Semua
ini, lanjut Nasaruddin, menunjukkan pada substansi utama (The First resource)
yakni asal (unsur) kejadian Adam, bukan Adamnya sendiri sebagai substansi
kedua.
