Barang BERTUAH Penolak Bala
Setiap orang menginginkan keselamatan
di dunia, maupun di akhirat.
Oleh karena itu, masing-masing orang mencari sebab untuk mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan bagi dirinya.
Oleh karena itu, masing-masing orang mencari sebab untuk mendatangkan keselamatan dan kebahagiaan bagi dirinya.
Hanya saja tak
semua orang mengetahui sebab yang baik dan diizinkan oleh Allah -Azza wa
Jalla-.
Bahkan banyak diantara mereka sembarangan dan sembrono dalam mencari sebab, sehingga ada sebagian orang jahil yang mengambil sesuatu yang bukan sebab keselamatan dan kebahagiaan baginya.
Bahkan banyak diantara mereka sembarangan dan sembrono dalam mencari sebab, sehingga ada sebagian orang jahil yang mengambil sesuatu yang bukan sebab keselamatan dan kebahagiaan baginya.
Realita seperti ini banyak kita temukan
di lapangan kehidupan.
Lihatlah sebagian orang menggunakan “batu bertuah”, “keris sakti“, “Sabuk Bertuah”, “Permata Pelaris Dagangan“, “Rompi Penarik Hati”, “Kopiah Penolak Bala”, “Permata Pelaris Bisnis”, “Tanduk Kucing Penyebab Kekebalan“, “Tanduk Babi”, “Rotan Pembawa Rejeki”, dan lainnya.
Lihatlah sebagian orang menggunakan “batu bertuah”, “keris sakti“, “Sabuk Bertuah”, “Permata Pelaris Dagangan“, “Rompi Penarik Hati”, “Kopiah Penolak Bala”, “Permata Pelaris Bisnis”, “Tanduk Kucing Penyebab Kekebalan“, “Tanduk Babi”, “Rotan Pembawa Rejeki”, dan lainnya.
Semua
barang-barang ini diyakini oleh sebagian orang jahil sebagian penyebab
tertolaknya bala’ (petaka), dan penyebab datangnya kebahagiaan berupa rejeki,
kesehatan, jodoh, dan lainnya.
Ini adalah keyakinan jahiliah yang telah
dihapus oleh Allah dengan kedatangan Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa
sallam- membawa Islam yang menghapus segala bentuk paganisme, dan penyembahan
kepada selain Allah beserta sebab-sebabnya. (Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 46))
Allah -Ta’ala- berfirman,
“Katakanlah:
“Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah
hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku,
apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?.
Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”.
Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri“.(QS.
Az-Zumar : 38).
Syaikh Ibnu Sholih Al-Utsaimin
-rahimahullah- berkata,
- “Syahid (dalil penguat) dari ayat ini bahwa berhala-berhala ini tidak mampu memberikan manfaat bagi penyembah-penyembahnya, baik dalam mendatangkan manfaat maupun menolak bala’.
- Berhala-berhala itu bukanlah sebab bagi hal itu. Maka dianalogikan (disamakan) dengan berhala-berhala itu segala sesuatu yang bukan merupakan sebab syar’iy, atau qodariy (yang ditetapkan berdasarkan taqdir).
- Jadi, menjadikan hal-hal itu sebagai sebab, dianggap sebagai bentuk kesyirikian kepada Allah“. [Lihat Al-Qoul Al-Mufid (1/168)]
Jadi, tali, bebatuan, permata, keris
jika semuanya dijadikan sebagai sebab yang mendatangkan kebahagian dan penolak
bala’, maka semua barang-barang itu bukanlah sebab-sebab yang dibenarkan dalam
agama kita.
Bahkan itu merupakan kesyirikan kepada Allah; diharamkan dalam agama kita!!
Bahkan itu merupakan kesyirikan kepada Allah; diharamkan dalam agama kita!!
Benda-benda itu tidak dapat mendatangkan kebahagiaan atau menolak
bala’ menurut pandangan syari’at. Jika ditinjau berdasarkan taqdir (ketentuan)
Allah, maka benda-benda itu tidaklah menjadi sebab datangnya kebahagiaan dan
tertolaknya bala’.
Burhanuddin Ibrahim bin Umar
Al-Biqo’iy - rahimahullah- berkata saat menafsirkan ayat di atas,
“Tatkala telah dimaklumi bahwa mereka (orang-orang kafir) terdiam dari pertanyaan ini, sebab mereka mengetahui adanya keharusan kontradiksi saat mereka menjawab dengan kebatilan. Diantara kebatilan agama mereka, mereka menjawab dengan kebenaran“. [Lihat Nazhm Ad-Duror fi Tanaasub Al-Ayat wa As-Suwar (7/258)]
“Tatkala telah dimaklumi bahwa mereka (orang-orang kafir) terdiam dari pertanyaan ini, sebab mereka mengetahui adanya keharusan kontradiksi saat mereka menjawab dengan kebatilan. Diantara kebatilan agama mereka, mereka menjawab dengan kebenaran“. [Lihat Nazhm Ad-Duror fi Tanaasub Al-Ayat wa As-Suwar (7/258)]
Perhatikanlah, ketika orang-orang
kafir ditanya, apakah sembahan-sembahan mereka dapat mendatangkan mudhorot
(bala’), dan menghalangi rahmat dan kebaikan Allah, maka mereka mengakui bahwa
sembahan-sembahan mereka tak dapat melakukan hal itu!! Ini pernyataan dan
penegasan orang-orang kafir.
Tragisnya di zaman ini ada sebagian orang yang
mengaku “muslim”, tapi mereka mengakui bahwa ada benda atau makhluk yang mampu
mendatangkan rejeki atau menolak bala’. Padahal semua itu telah dilarang dan
dingkari oleh Allah.
Para pembaca yang budiman, ketika
kita mengingkari orang yang meyakini bahwa ada yang mampu mendatangkan manfaat
dan kebahagiaan atau menolak bala’ dari selain Allah, maka sebagian orang jahil
menyangkal seraya berkata,
“Kami tidak meyakini bahwa benda-benda ini dapat mendatangkan manfaat atau menolak bala’!!
Kami hanya meyakini bahwa benda-benda ini hanya menjadi sebab yang mendatangkan manfaat dan menolak bala’, karena hanya Allah yang mampu melakukan hal itu”.
“Kami tidak meyakini bahwa benda-benda ini dapat mendatangkan manfaat atau menolak bala’!!
Kami hanya meyakini bahwa benda-benda ini hanya menjadi sebab yang mendatangkan manfaat dan menolak bala’, karena hanya Allah yang mampu melakukan hal itu”.
Ketahuilah bahwa ini hanyalah bualan
mereka. Mereka hanya ingin menipu kaum awam yang tak memahami agamanya dengan
baik.
Untuk menjawab bualan dan syubhat (kerancuan) mereka ini, maka silakan
anda dengarkan penjelasan Syaikh Ibn Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- saat
beliau berkata,
- “Wajib bagi seorang hamba untuk mengenal tiga perkara tentang MASALAH SEBAB.
- Pertama, seorang hamba tidak menjadikan diantara sebab-sebab itu sebagai suatu SEBAB, kecuali yang telah nyata bahwa ia adalah sebab menurut syari’at dan taqdir (ketetapan Allah).
- Kedua, seorang hamba tidak bersandar kepada sebab-sebab itu, bahkan ia hanya bersandar kepada Yang Mengadakan dan Menetapkan sebab (yakni, Allah). Di samping itu, ia tetap melakukan sesuatu yang disyari’atkan diantara sebab-sebab itu, dan bersemangat terhadap sebab yang bermanfaat.
- Ketiga, seorang hamba mengetahui bahwa sebab-sebab itu bagaimana pun besar dan kuatnya, tapi sebab-sebab itu tergantung kepada ketentuan Allah, dan taqdir-Nya; tak akan keluar dari ketentuan-Nya“. [Lihat Al-Qoul As-Sadid Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 43-44)]
Jadi, barangsiapa menggunakan
benda-benda yang dikeramatkan baik berupa batu, atau tali, dan lainnya dengan
maksud untuk menghilangkan bala’ setelah terjadinya, atau untuk menolak bala’
sebelum terjadinya, maka sungguh ia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah
dengan makhluk).
Sebab jika ia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak
dan menghilangkan bala’, maka ini adalah syirik akbar (besar), yaitu syirik
dalam sifat rububiyyah, karena ia telah meyakini adanya sekutu bagi Allah dalam
hal penciptaan dan pengaturan makhluk; juga syirik dalam uluhiyyah
(peribadahan), sebab ia telah menghambakan diri kepada benda-benda itu, serta
menggantungkan hatinya pada benda-benda itu karena mengharapkan manfaat dan
kebaikannya.
Jika seorang hamba meyakini bahwa
Allah-lah yang Memberi manfaat dan menolak bala’, tapi seseorang masih meyakni
bahwa benda-benda yang dikeramatkan tersebut adalah sebab yang ia menolak bala’
dengannya, maka sungguh ia telah menjadikan sesuatu yang bukanlah sebab yang
disyari’atkan dan tidak pula ditaqdirkan oleh Allah sebagai suatu sebab.
Ini
adalah perbuatan yang diharamkan dan bentuk kedustaan atas nama syari’at dan
taqdir.
Menjadikan benda-benda yang dikeramatkan sebagai suatu sebab dalam menolak bala’ atau mendatangkan rejeki dan kebahagiaan merupakan perkara yang diharamkan dalam agama kita.
Menjadikan benda-benda yang dikeramatkan sebagai suatu sebab dalam menolak bala’ atau mendatangkan rejeki dan kebahagiaan merupakan perkara yang diharamkan dalam agama kita.
Oleh karenanya, Uqbah bin Amir -radhiyallahu anhu-
berkata,
- “Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah didatangi oleh oleh suatu rombongan. Beliau membai’at sembilan orang, dan enggan membai’at satu orang. Mereka pun berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah membai’at sembilan orang, dan meninggalkan satu orang”.
- Beliau bersabda, “Pada dirinya ada jimat”. Kemudian beliau memasukkan tangannya dan memutuskan jimat itu. Lalu membai’atnya seraya berkata, “Barangsiapa yang menggantung jimat, maka sungguh ia telah berbuat syirik“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/156), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (4/219), dan Al-Harits Ibn Abi Usamah dalam Musnad-nya.]
Menjadikan jimat sebagai sebab dalam
menolak bala’ atau mendatangkan manfaat (kebahagiaan) merupakan perbuatan yang diharamkan
dalam agama kita sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -Shallallahu
alaihi wa sallam- dalam hadits di atas.
Selain itu, jimat atau benda yang
dikeramatkan lainnya, jika ditinjau berdasarkan taqdir (ketetapan Allah), maka
ia bukanlah sebab yang menolak bala’ dan mendatangkan manfaat berupa kesembuhan
dan kebahagiaan, sebab menurut tajribah (pengalaman dan eksperimen), jimat
tidaklah mendatangkan kesembuhan dan menolak marabahaya; jimat atau keris yang
dikeramatkan hanyalah benda mati yang tidak bisa berbicara atau bergerak,
apalagi mau menolong orang. Inilah yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya,
- “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari korma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.
- Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui (Allah)”.(QS. Faathir : 13-14)
Seorang muslim tidak boleh mengharap
berkah, rahmat, dan manfaat dari makhluk, sebab makhluk-makhluk itu tak
memiliki daya dan upaya, tidak bisa mendengar, dan tidak pula melihat. Kalaupun
bisa, maka ia tak mampu memenuhi permintaan kita.
Di zaman ini kita amat heran dengan
adanya sekelompok orang-orang jahil yang mengharapkan hal-hal itu dari makhluk
lemah.
Kalian akan heran melihat ada diantara mereka yang mendatangi kuburan para “wali” untuk mengharap kebaikan dan berkah dari mereka.
Kalian akan heran melihat ada diantara mereka yang mendatangi kuburan para “wali” untuk mengharap kebaikan dan berkah dari mereka.
Kalian akan
melihat keanehan saat mendengar ada sebagian orang yang memandikan keris,
mengolesinya dengan parfum, dan menyimpannya di tempat yang mulia sebagaimana
ia menempatkan Al-Qur’an.
Semua ini mereka lakukan karena mengharapkan berkah,
kebaikan dan manfaat dari keris itu. Ini adalah bentuk paganisme yang
diharamkan oleh Allah -Azza wa Jalla- dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam-.
Kalian akan melihat keajaiban dunia
yang menakjubkan saat anda menyaksikan sebagian
kaum awam mengikuti Kiyai Slamet (seekor kerbau yang dikeramatkan di
Solo).
Mereka bergerombol dan berdesakan mengikuti kerbau yang hina itu demi
ngalap (mencari) berkah darinya.
Gilanya lagi, sebagian mereka berebutan memungut tahi (kotoran) dari kerbau hina itu. Alangkah celakanya mereka!!!
Gilanya lagi, sebagian mereka berebutan memungut tahi (kotoran) dari kerbau hina itu. Alangkah celakanya mereka!!!
Anda akan terheran ketika mendengar
dan menyaksikan orang-orang bodoh menyiksa diri ketika antri menunggu giliran
di depan tempat tinggal PONARI demi mengharapkan berkah dan kesembuhan dari “Batu Ajaib” milik
PONARI.
Demi Allah, semua ini adalah bentuk PAGANISME alias BERHALAISME yang
sangat diharamkan dalam agama kita!!! Sebab tak sesuatu pun dari selain Allah
yang mampu memberikan manfaat dan menolak bala’ dari makhluk lain.
Semua
makhluk tidak memiliki daya dan upaya di sisi Allah. Minta dan berharaplah dari
Allah -Azza wa Jalla-; jangan mengharap dari makhluk, apalagi benda mati.
Allah -Ta’ala- berfirman,“Ibrahim berkata:
Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kalian?”
Maka mengapakah kalian menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kalian?”
Ah (celakalah)
kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak
memahami?” (QS.
Al-Anbiyaa: 66-67)
Ayat ini membatalkan semua bentuk
kemusyrikan; orang-orang musyrikin mengharapkan sesuatu dari selain Allah dan
takut kepadanya, karena mereka meyakini bahwa makhluk-makhluk yang mereka
sembah mampu mendatangkan kebaikan, dan menolak bala’.
Jadi, seorang mengharap
berkah dari selain Allah juga merupakan kemusyrikan yang telah dibatalkan oleh
ayat di atas.
Syaikh Sholih Ibn Abdil Aziz
-hafizhohullah- berkata usai menjelaskan makna dan jenis-jenis tabarruk (ngalap
berkah) yang pernah dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy, “Tabarruk (ngalap berkah) yang
beragam ini seluruhnya merupakan tabarruk syirik“. [Lihat At-Tamhid
li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 127)
Terakhir kami nasihatkan kepada kaum
muslimin agar membersihkan aqidah (keyakinan)nya dari meyakini adanya
benda-benda yang dikeramatkan sebagai pembawa kebaikan dan penolak bala’.
Jauhilah keyakinan batil ini, niscaya kalian akan selamat, insya Allah.
